Sunday, October 25, 2009

BUDAYA ANTRI

Oleh : Mohammad Anwar

Memang indah jika memandang deretan semut atau segerombolan bebek berjalan dengan teratur dan disiplin. Bahkan seekor semut pun saling bersalaman saat berpapasan. Bigitu juga segerombolan bebek yang sangat disiplin dengan menaati intruksi penggembalanya. Lalu, bagaimana dengan manusia yang mempunyai akal dan pikiran? Itu lah pertanyaan sepele yang kerap terabaikan. Kalau definisi manusia masih seperti yang dikatakan para filosof, yaitu hewan yang berakal, maka tentunya manusia lebih disiplin dan teratur dari binatang.
Tapi setelah membaca parodi yang ditulis oleh Samuel Mulia dan dialaminya sendiri, definisi tersebut agak rancu. Karena tidak semua manusia berperilaku sebagaimana manusia. Seperti yang ditulisnya di KOMPAS (10 oktbr 09), Malam minggu kemaren, Samuel menghadiri sebuah resepsi perkawinan. Ketika dia hendak mengucapkan selamat kepada kedua mempelai pengantin “susahnya minta ampun”, tandasnya. Banyaknya tamu undangan, membuat dia harus antri panjang demi sekedar ingin nyumbang selamat. Layaknya orang-orang ngantri BBM.
Di tengah-tengah antrian, tiba-tiba ada dua wanita berdiri disampingnya tanpa permisi atau sapaan. Dua banjar antrian yang semakin mengerucut, tanpa disadari wanita tadi berada di depan Samuel. Dia pun hanya diam bingung seraya bertanya-tanya dalam hati. Setelah MC bersuara memberi solusi ditengah padatnya antrian, agar para tamu undangan mencicipi hidangan yang telah disediakan terlebih dahulu. Solusi itu behasil membuat wanita tadi keluar dari barisan. Tak lama kemudian dia kembali lagi dan tanpa basa-basi lansung berdiri di depannya. Samuel pun kembali bengong dan tetap diam pasrah dalm antrian sampai mendapat jatahnya.
Peristiwa di atas menunjukkan bahwa seseorang tidak lebih disiplin dari pada binatang. Dimana dia harus antri secara disiplin, tanpa harus nyelak orang lain. Dalam kasus ini, antrian juga ada etikanya. Bagaimna orang bersedia menempati urutan belakang ketika baru datang. Kalau memang orang tersebut buru-buru, karena urusan penting, dia bisa minta izin kepada para pengantri yang ada di depan dengan hormat. Atau setidaknya permisi lebih dahulu. Dan sopan santun juga harus di terapkan disini.

Budaya Antri
Sebenarnya banyak contoh yang menunjukkan buruknyua akibat tidak adanya etika dalam antrian. Begitupun sebaliknya, betapa bahagianya jika segala sesuatu yang bersifat bersama di jalani dengan berurutan. Dan tidak banyak juga terjadi kerusuhan bahkan korban jiwa karena kurangnya kesadaran disiplin dan budaya antri. Kita masih ingat dengan kasus pembagian zakat di pasuruhan. Itu hanyalah contoh dari sekian budaya kita yang tidak mau berbudaya antri.
Di negara mana pun semua orang pasti pernah merasakan yang namanya antri. Dari antri di bank, di tempat pembayaran rekening, di loket rumah sakit, loket kereta api, di kasir supermarket, dsb. Biasanya kalau di tempat-tempat berupa kantor atau fasilitas umum di ruangan tertutup seperti itu orang cenderung tertib mengikuti arus antrian karena sudah ada pembatas yang menandakan jalur antrian. Tapi bagaimana dengan ruang terbuka, seperti di halte bis, peron kereta api ataupun pasar?
Tinggal beberapa bulan di Jakarta, saya dapat melihat di tempat-tempat seperti itu jarang sekali orang antri dengan sabar. Jarang sekali orang masuk bis atau kereta tanpa harus nyeruduk-nyeruduk orang lain, berusaha menjadi yang terdepan supaya dapat kursi atau yang lebih buruk lagi, sekedar tempat berdiri. Selain itu pengemudi bis dan kereta api juga sepertinya tidak cukup sabar jika penumpang naik kendaraan mereka dengan tertib.
Saya ambil contoh di Melbourne Australia, para calon penumpang dengan sendirinya membuat jalur antrian ketika menunggu bis, trem ataupun kereta. Mereka dengan sabar akan menunggu penumpang yang akan turun keluar terlebih dahulu dan biasanya lebih menghormati perempuan untuk melangkah masuk lebih dulu. Walaupun budaya mereka sangat individualistis, umumnya para penumpang yang lebih muda akan memberikan tempat duduk kepada kaum lansia, walaupun di tiap bis, trem dan kereta telah disediakan tempat khusus untuk para lansia dan orang cacat.
Bahkan ada peringatan khusus yang mengingatkan penumpang untuk memberikan tempat tersebut kepada yang berhak jika ada. Memperlakukan orang lain dengan sopan, adil dan menghormati budaya antri sepertinya tidak sulit ditumbuhkan. Hanya masalahnya hanya pada adanya kemauan atau tidak dari individu itu sendiri. Mungkin harus dimulai dari diri kita, kemudian keluarga terdekat sehingga akan terwujud masyarakat budaya tertib di Indonesia.
Dalam budaya antri, sebenarnya banyak masalah tentang akhlaq, keadilan, kebahagiaan dan semuanya yang menyangkut tentang kebaikan. Sedikit rasa percaya diri disini saya akan mengulas hal-hal tersebut dalam budaya antri, otomatis akan menyangkut perilaku baik buruk di dalamnya.

Etika dalam Masalah Ini
Berdisiplin diri
Permasalahan tentang Antri (disiplin) merupakan sedikit contoh pratis suatu kebaikan. Yang jika benar-benar terwujud akan membuat kebaikan-kebaikan lainnya tercipta. Dan menjadi harmonis. Oleh karena itu, Jika saya boleh mendefinisikan etika dengan “nilai mengenai baik dan buruk yang dianut masyarakat atau segolongan orang”, dalam masalah ini (antri), maka etika dalam kedisiplinan itu sangat penting. Jadi sesuatu yang dianggap baik harus kita lakukan demi kebaikan itu sendiri. Sebaliknya dengan keburukan.
Kebaikan yang pertama yaitu harus mampu mendisiplinkan diri sendiri terlebih dahulu. Disiplin adalah aspek paling krusial yang dapat mempengarui aspek-aspek lainnya. Dari disiplin diri ini ada tujuan-tujuan yang ingin kita capai. Seperti belajar menghilangkan sikap egois, artinya tidak memikirkan diri sendiri. Dengan begitu orang akan menjadi senang dan bahagia. Seperti kasus acara pernikahan tadi, kalo orang-orang (tamu undangan) bisa berbaris dengan rapi, maka mempelai pun akan bahagia karena dia mendapatkan ucapan dari semuanya. Sebaliknya jika sifat egois yang muncul, akhirnya keadaan makin runyam. Maka gagalah acara tersebut.
Memang benar membahas mengenai kebahagiaan sangat luas dan relatif dalam pandang kongkret. Kebahagiaan orang sakit, ketika dia merasa sehat kembali, kebahagiaan penumpang, ketika mereka merasa nyaman dalam perjalanan dan sampai tujuan dengan cepat dan selamat. Dan kebahagiaan dua pasang kekasih, ketika mereka sampai pada pernikahan. Seperti golongan yang di pimpin oleh Aristoteles setuju bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan dapat diperoleh manusia di dunia, selagi ada kerja keras dan upaya untuk mendapatkannya hingga pada kebahagiaan akhir. Salah satunya dengan disiplin.
Disiplin juga merupakan sesuatu yang bermafaat bagi tujuan yang lain. Telah di contohkan di atas bahwa akan terwujud kelancaran acara, efisiennya waktu, bisa dinikmatinya sebuah acara. Dan pada contoh kedisiplinan penumpang bus/kereta dapat mengurangi kemacetan, mencegah kecelakaan, nyamannya berkendara. Itu yang saya sebut sebagai kebaikan yang akan membuat kebaikan lainnya tercipta.
Adanya Tenggang Rasa
Dari tenggang rasa timbul perasaan toleran terhadap sesame manusia.dalam sebuah petemuan atau even-even lain kita sering bertemu dengan teman atau kerabat, kita pun menyapanya. Dan pantas, ketika kita di jalan dan menolong mereka. Tapi, bagaimana kalau hal itu terjadi pada orang tidak kamu kenal?
Kembali pada kasus di atas, dalam budaya antri dimana orang yang lebih tua di hormati. Di dalam budaya lain pun sepeti itu. Dalam contoh keadaan penumpang bus atau kereta di Melbourne Australia tampak sudah jelas, bagaimana orang-orang memperlakukan orang tua. Bahkan disediakan tempat khusus bagi kaum lansia. Inipun tseharusnya tidak hanya kaum orang tua. Kedisiplinan itu memwujudkan kenyamanan para penumpang bus, ataupun kereta tanpa mengurangi rasa hormat pada penumpang lain.
Tidak seperti itu keadaan antrian para penunggu Bus di Jakarta. Seakan mereka masih mengunakan prinsip siapa cepat pasti dapat. Begitu juga kejadian yang dialami Samuel, sikap wanita yang tiba-tiba yelak barisan antriannya dapat dikategorikan tidak adanya tenggangrasa. Itu berakibat buruk bagi bagian yang lainnya. Melakukan sikap tersebut, kita tidak boleh hanya pada sebatas melihat (menolong) orang kesusahan, tapi sedapat mungkin membuat orang lain bahagia. Untuk mewujudkan sikap ini kita harus selalu berfikir bahwa semua orang adalah sama, sama seperti kita. Lihatlah semua orang yang butuh bantuan pandang seperti diri kita sendiri. Karena suatu saat kita akan membutuhkan bantuan orang lain.
Selalu berfikir adil
Setiap wujud ciptaan tuhan mestinya mempunyai kesempurnaan dan tingkah laku yang khas. Alam ini misalnya bergerak menuruk hukumnya, seekor burung termasuk, yang memiliki cirri khas yaitu berkicau, terbang, makan minum kecuali berfikir. Disinilah batasan mengapa binatang disebut hewan dan manusia disebut hewan berfikir. Itulah cirri khas manusia, makhluq selain dia tidak ada yang memilikinya.
Dalam konteks ini tadi jika seseorang menggunakan apa yang harus digunakan dalam dirinya, yaitu berfikir. Berfikir secara mendalam dengan semestinya, berarti kesempurnaan kemanusiaan seseorang akan lebih besar. Sesuai kapasitas seseorang jika tidak berfikir mendalam (pendek), sifat egoisme lah yang lebih mendominasi dirinya. Sikap acuh pada orang lain dan memikirkan untuk dirinya sendiri. Sebaliknya jika berfikir secara mendalam (panjang) sebagaimana mestinya, maka dia akan memikirkan orang lain dan bagaimana akibatnya.
Karena manusia paling baik adalah manusia yang paling mampu melakukan tindakan yang tepat buatnya, yang paling memperhatikan syarat-syarat subtansinya. Itulah yang membedakan dirinya dari seluruh semua benda alam yang ada. Dalam kasus ini, kita semua dapat berfikir bagaimana jika kita nyelak dalam antrian, pertama beruntung jika tidak digebukin petugas atau masa, kedua, apresiasi celaan mungkin akan keluar dari seseorang sekitar, menyakiti hati orang lain, walaupun kita tidak tahu. Dan yang paling penting menyalahi kodratnya sebagai manusia.
Atau dalam kasus dalam bus, jika kurang berfikir panjang. Misalnya asal duduk saja, tidak melihat kiri kana ada orang yang lebih membutuh. Kalau seseorang dapat berfikir panjang dalan setiap kondisi dan situasi maka, dia akan sebut orang arif, baik dsb. Keadilan pun akan tercipta disitu. Tapi tidak gampang orang berbuat adil, karena kebanyakan orang berbuat sesuatu demi sesuatu yang lain, sehingga tidak layak disebut adil.
Sebenarnya kata adil dapat merujuk pada pengertian “persamaan”, yaitu seimbangnya muatan, berat, keadilan dalam perbuatan. Dia adalah proporsi terbaik dan kesatuan atau bayang-bayang kesatuan. Kalau kata Plato “keadilan adalah setimpal dengan yang bersangkutan. Dalam kasus di atas, bagaimana dalam bus kota di Australia menyediakan tempat-tempat khusus bagi kaum lansis. Melihat kualitas sesuatu. Dan orang yang baru datang dengan antri lebih dahulu.
Semua sikap-sikap yang saya sebutkan di atas, hanya merupakan suatu kebaikan yaitu sesuatu yang bermanfaat untuk tujuan yang lain. Mau susahnya seperti apa, ada tujuan akhir yang pasti ingin kita capai



Ciputat Baru, 12 Oktober 2009