Tuesday, March 12, 2013

Jakarta Bisa "Mati Suri" peringati Nyepi

Seandainya Jokowi mengintruksikan semua warga Jakarta memperingati hari raya nyepi, pasti sangat menarik, Jakarta dalam satu hari berubah menjadi kota mati. Mobilitas ekonomi ter-pause- sejenak, motor-motor istirahat di rumah masing-masing mendinginkan mesin, orang-orang tidak berlalu lalang, jalan-jalan besar Jakarta tak lagi menahan lindasan ban-ban mengikuti tujuan tuannya. Suara bising klakson akibat kemacetan tak terdengar sementara, begitu juga ego dan emosi manusia yang mau menang sendiri. Jakarta akan menghirup nafas sedalam-dalamnya menikmati keheningan. Ini akan jadi semacam terapi bagi Ibu Kota dan warganya.

Sayang, kehiningan seperti ini hanya bisa dilihat di Kute Bali, karena mayoritas penduduknyaberagama Hindu. Agama yang dimulai dari peradaban lembah sungai Shindu ini, mempercayai bahwa dengan menyepi kita bisa melihat diri, bercermin, intropeksi total terhadap diri. Serta menilai pelaksanaan trikaya (kayika = perbuatan, wacika = perkataan, manacika = pikiran) di masa lampau, kemudian merencanakan trikaya parisudha (trikaya yang suci) di masa depan. Hanya dengan Catur Brata di atas, usaha ini bisa dilakukan.

Kalau intinya ada di Intropeksi diri, saya kira semua agama menganjurkan bahkan mewajibkan hal itu. Jadi manusia Indonesia, khusunya mereka para pemimpin bisa ikut memperingati dengan melakukan hal yang sama. Dari mulai Presidennya, pejabat-pejabat pemerintahan dari yang elit sampai tingkat paling bawah, para penegak hukumnya, juga mereka yang terus ngotot pada yang ia anggap benar, padahal keliru. Dan menurut saya, jika "nyepi" ini dilakukan secara nasional atau bisa diwajibkan dengan hukum undang-undang, seminggu sekali saja, maka kedewasaan berfikir dan ego akan berkurang. Setidaknya kita tau, semua tahu bahwa diri sendiri masih banyak yang perlu diperbaiki.

Kenapa harus seperti itu? saya kira Hari raya umat Hindu ini sangat unik, dimana agama-agama lain lebih memperlihatkan keramaian, kemegahan, dengan baju baru, senang-senang, makanan enak dll, mereka umat hindu malah menyepi. Itulah.. Sebenarnya yang ingin dicapai juga untuk kemaslahatan dan keharmonisasin manusia dengan sesama, alam dan Tuhannya.  Dalam hal ini, konsep Hindu yang disebut Trihitakarana, hampir sama persis dengan Islam. Itu tadi, terdiri dari tiga hal untuk mencapai kebaikan dan keseimbangan.

Itu dari sisi spiritualnya, kembali pada warga Jakarta, sisi keharmonisan sosial akan bisa dicapi. Mereka yang kebanyakan berlalu lalang di Ibu Kota ini, sadar bahwa lebih dari 8 jam sehari, hidupnya diabdikan untuk apa yang disebut "uang". Jika angan-angan saya ini bisa terjadi, wah..mata dunia akan tertuju ke sini. Satu-satunya kota tersibut di dunia (Jakarta), "mati suri" dalam sehari.

No comments:

Post a Comment

pesan anda segera ditampilkan