Sunday, March 10, 2013

Gus Dur, Pram, Politik Mutakhir? setidaknya Kejenuhan Terobati

Sejenak melupakan tugas hidup sehari-hari (nyuci, masak, dll.). sejenak Ngadem dari panasnya Jakarat-Tangerang. Sejenak mengobati kegundahan jiwa dan Sejenak melawan nafsu ketagihan nonton video-video youtube. Ku ambil empat buku dengan tidak terlalu serius, yang penting menarik dan tak harus nyambung.
Buku pertama dan kedua tentang tokoh besar Indoensia yang sering membuat orang menjadi gila, Gus Dur.

Buku yang berjudul "gila gus dur" ini, berisi tulisan-tulisan para cendikiawan dan politikus, seperti Romo Magnis Suseno, Syafi'i Ma'arif, Greg Barton dan Muhammad As Hikam (mantan menteri riset dan teknologi era gus dur). Rata-rata mereka memaparkan ke-kontroversial-an gus dur berdasarkan sudut pandang masing-masing. Syafi'i Ma'arif dan Muhammad Najib mengatakan, Gus Dur memiliki tiga wajah yang menonjol: sebagai tokoh agama, budayawan dan politisi. ketika berada di tengah komunitas NU, dia berperan sebagai ulama (Kyai). Ketika berada di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dia berperan sebagai budayawan, tetapi ketika bertemu dengan Megawati, B.J. Habibie, Wiranto, maka saat itu Gus Dur dapat dikatakan  sedang memainkan peran Politisi. (Gila Gus Dur, wacana membaca Abdurrahman Wahid, 2010, hal. 1)

Berbeda dengan buku pertama, buku yang diterbitkan tempo ini berisi kumpulan kolom gus dur di TEMPO yang dibukukan ketika Gus Dur naik sebagai Presiden RI.Seperti judulnya, "Melawan Melalui Lelucon" isi tulisan-tulisannya lebih segar, reflektif dan up to date. Melalui tulisan-tulisan ini Gus Dur memperkenalkan kehidupan Kyai dan tradisi pesantren, tentunya dalam berbagai pendekatan yang dikuasai. Bahkan tentang ini, Ulil Abshar menganggap tulisannya paling baik, paling mengandung passion. (hal. xviii). Jika dihubungkan dengan buku pertama, di sini anda akan menemukan penegasan langsung akan keluasan wawasan Gus Dur, dari pendekatan dan berbagai tema yang disajikannya.

Lain halnya dengan dua buku di atas, dua buku yang saya ambil selanjutnya adalah buku sastra, lebih tepatnya novel dan Politik. Dengan citarasa khas bahasanya, novel dari Pramoedya Ananta Toer lagi-lagi mengkisahkan dan menjadikan perempuan sebagai tokoh utamanya. Perempuan yang bergejolak jiwanya ingin kebebasan, menuntut keadilan, perempuan yang tangguh menghadapi hidup dunia yang tak berpihak padanya. Hal ini dapat ditemukan dalam beberapa novelnya, seperti "Bumi Manusia", seorang gadis (dikenal dengan Nyai Ontosoroh) yang hanya pasrah dikawinkan orang tuanya pada kompeni belanda. Tapi akhirnya, memiliki kecerdasan, kewibawaan dan ketegasan. "Gadis Pantai" yang juga diserahkan orang tuanya untuk sang penguasan (Bupati), tapi akhirnya dicampakan karena melahirkan anak perempuan. Dan kali ini Pram menghadirkan "Midah, si manis bergigi emas". Novel ringan ini menggambarkan seorang Midah yang hidup dalam keluarga yang taat beragama dan disayangi orangtuanya, tapi akhirnya tak terurus dan lebih kerasan hidup di jalan setelah adik-adiknya lahir.

Sekali lagi ceritanya, perempuan ini di jodohkan dengan lelaki pilihan ayahnya dan setelah mengandung ia lari dari rumah karena mengerahui sang suami beristri banyak. Dalam fase pelarian inilah Pram menggambarkan perempuan yang begitu kuat. lewar novel ini Pram memperlihatkan ketegangan jiwa seorang humanis dan moralis. Inilah sisi lain dari novel ini, Pram juga memperlihatkan kebusukan kaum moralis - lewat tokoh Hadji Trebus (suami Midah) dan Hadji Abdul (ayahnya) yang hanya rajin dzikir tapi miskin citarasa kemanusiaan. Dan juga serakah. (hal. 7)

Buku terakhir yang saya sebut buku politik ini, lebih berjenis buku akademik referensial. Dimana buku ini juga berisi tulisan-tulisan seorang akademis ilmu politik. Diantaranya, Maurice Duverger, Roy C. Macridis, John G.  Grumm dan lain-lain. Buku yang berjudul "Teori-Teori Mutakhir Partai Politik" ini lahir tahun 1988, ketika kehidupan partai politik di negara kita pada dasawarsa belakangan surut. Partai (politik) tidak lagi menjadi panglima. Penekanan pembangunan nasional lebih pada aspek ekonomi, yang kemudian ada pergeseran relatif memberi bobot yang lebih pada sosial, tetapi belum membuka tirai "sekat politik" itu. Dan tentunya buku ini layak bagi mereka, mahasiswa ilmu politik dan kalangan umum yang getol mengikuti perkembangan partai politik. Ini sangat sesuai dan diperlukan jika ingin membaca fenomena partai politik yang semakin hari semakin komplek di negeri ini. Dari yang sebenarnya berfungsi sebagai jembatan aspirasi masyarakat sampai akhirnya ia (partai politik) menjadi alat untuk mencari kekuasaan da kekayaan pribadi. Hingga korupsi tak terbendung lagi.

Akhirnya, kejenuhan-kejenuhan setiap hari mulai tergantikan. Dari buku-buku tersebut, banyak informasi dan pengetahuan yang saya dapatkan. Jika serius dijadikan referensi untuk sebuah satu tulisan utuh, kira-kira saya akan dapatkan ide dengan tema tulisan "pandangan Gus Dur terhadap fenomena partai politik 4 tahun terakhir". Artinya, saya bisa menjadikan pandangan-pandangan Gus Dur yang menurut beberapa tokoh tidak ada teorinya atau tidak bisa didekati dengan suatu pandangan disiplin ilmu tertentu, sebagai pisau analisa untuk melihat fenomena partai politik sekarang ini. Tentunya dengan dihadapkan dengan teori-teori tokoh dari Barat dalam buku  yang disusun oleh Ichlasul Amal itu. Begitu juga bisa dibenturkan dengan tulisan Pram yang background novelnya tidak jauh-jauh dari sejarah dan kekuasaan (politik). Ini tentunya sangat menarik, mengingat pandangan Gus Dur yang lintas disiplin ilmu. Apalagi jika didekati secara comedic yang khas ala Gus Dur, mungkin akan ditertawakannya.

Menyetir tulisan Muhammad As Hikam, Gus Dur ibarat teks yang bebas ditafsirkan. Karena itu tidak mungkin pemahaman atas Gus Dur bisa dimonopoli penafsiran tunggal. Sekalipun menggunakan pendekatan posmo ala Michael Foucault yang menolak otoritas si pencipta (the author). Bahkan Gus Dur sendiri pada titik tertentu, tak lagi memonopoli pemahaman atas wacana dan kiprah yang dibuatnya sendiri. Apalagi saya, yang maish sangat minus atas pemahaman dan wawasan intelektual. Tapi, setidaknya kejenuhan terobati, sebagaimana niat awal menulis artikel ini.

No comments:

Post a Comment

pesan anda segera ditampilkan